Pada sebuah malam di tanggal muda, di bawah hujan yang tak kunjung reda. Hawa dingin membuat lemak tubuhku tak berdaya, merangsek masuk ke tulangku. Instrumen pedagang nasi goreng kaki lima menyelimuti telingaku. Aroma masakannya seakan menghujam perut yang belum dinafkahi sejak siang tadi. Mungkin malam ini berbeda dari malam-malam yang sudah-sudah. Setiap menapakkan kaki diatas aspal basah didampingi wanita yang terakreditasi A di mataku, perasaanku bertambah gundah.
Namanya Dilla. Temanku menuntut ilmu. Sahabat akademikku. Wajahnya yang putih-manis, berhias kacamata, dan dibalut dengan kerudung membuat terlihat "wah" dimataku. Menurut teori orang bijak yang berada jauh disana, jika ada persahabatan antara pria dan wanita, salah satunya ada yang menyukai sahabat tersebut. Teori itu mungkin tidak berlaku universal, namun teori itu berlaku untuk saat ini. Aku menyimpan sedikit perasaan suka kepadanya (suka ngatain, suka muntah, suka-suka kalian aja deh). Aku lebih menekan perasaan itu sampai ke basement alam bawah sadar, agar ia tidak mengetahuinya. Karena.......Dilla sudah ada yang punya. Dilla dan pacarnya, Bayu, melakukan hubungan jarak jauh yang lebih sering disebut LDR.
Malam ini, aku menemaninya makan nasi goreng hangat di depan kampus sembari menunggu Bayu datang untuk mengantarnya pulang. Selama kuliah disini, Dilla tinggal di sebuah kosan yang enggan disebutkan namanya. Kenapa bukan aku yang menjemputnya? Keberanianku masih terikat dengan kuat sehingga tak ingin berbuat. Di saat-saat yang krusial ini, aku manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk bercengkrama dengannya. Aku merasa sangat bahagia bisa sedekat ini dengannya. Sampai akhirnya kedatangan Bayu merenggut waktu indahku bersamanya.
Serah terima Dilla pun dilakukan antara aku dan Bayu. Kini tugasku sebagai "rumah kedua" bagi Dilla selama 6 bulan ini telah selesai. Sudah saatnya Dilla kembali ke "rumah" dimana seharusnya dia mendapatkan kehangatan yang sesungguhnya, tempat, yaitu Bayu. Sementara aku? Aku hanyalah halte. Aku hanyalah pelabuhan. Aku hanyalah tempat persinggahan sesaat. Akulah orang yang lebih memilih mengorbankan perasaanku sendiri daripada mengorbankan persahabatan kita. Karena untuk menjadi kekasihmu, harus siap pula menjadi mantanmu. Dan aku belum siap untuk itu.
Ada sedikit pintaku yang belum sempat terucap saat perpisahan tadi. Aku mohon dengan sangat. Tolong jangan ceritakan pada Bayu seberapa banyak kau tertawa karena leluconku. Sebarapa banyak kehangatan yang telah ku berikan dikala hujan. Seberapa banyak air mata yang telah ku usap dari pipimu. Bukannya aku ingin mengungkit semua yang telah ku lakukan padamu, bukan. Biarlah orang-orang tahu aku hanya sebagai temanmu. Biarkanlah aku nyaman dibalik perasaan ini. Karena aku hanyalah korban dari perasaanku sendiri.
This post's awwesome Sat! :)
ReplyDelete